Mahasiswa Universitas Teknokrat Indonesia Sekar Kinasih Beasiswa Program YSEALI Berbagi Cerita Puasa di Amerika

Sekar Kinasih Mahasiswa Universita Teknokrat Indonesia yang sedang kuliah di Amerika beasiswa program YSEALI menceritakan bagaimana puasa di Negara Paman Sam.

Kata Sekar setelah mendapatkan pengumuman kelulusannya sebagai penerima beasiswa, lalu merasakan euphoria, datang pula berbagai kekhawatiran yang membuat perasaannya bercampur aduk.  

Utamanya apakah dirinya bisa mudah beradaptasi terhadap berbagai hal yang ditemui? Bagaimana dengan puasa nanti? Hal itu berkecamuk di dalam hatinya.

Namun sesampainya di US, banyak hal yang seolah menyadarkannya bahwa ada kehidupan di luar sana yang mampu membuatnya kagum dengan cara kerjanya. 

“Karena aku berangkat ke US bertepatan dengan bulan ramadhan 1444 Hijriah, maka tentunya aku mencoba untuk beradaptasi dengan waktu sahur, iftar, dan juga waktu sholat,” katanya.

Hari pertama puasa, dirinya sahur pukul 04.00 waktu US namun hari pertama dirinya salah dan baru mengecek waktu iftar pada tengah hari, ternyata waktu iftar di Omaha adalah pukul 20.00 malam dan sahur berakhir pukul setengah 6 pagi. 

“Yahhh itu salahku,”ujarnya.

Mungkin banyak pihak akan berpikir jika puasa di Amerika akan sangat berat karena harus berpuasa selama 15 jam.

“Tapi tidak seberat itu menurutku, malah terasa ringan. Mungkin karena seharian aku mengikuti kegiatan yang sangat padat dan bermanfaat sehingga tak terasa waktupun terasa sangat cepat,” kata Sekar.

Sekar dan tiga teman lain dari indonesia bahkan diundang oleh salah satu muslim student ambassador untuk iftar bersama. Namanya Sinan dari Oman. 

Sekar menjalankan iftar bersama Muslim Student ambassador

“Kami membuat makanan khas Timur Tengah dan bahkan mengajak kami untuk piknik di pinggir sungai di Standing Bear Lake Omaha sambil menunggu iftar. Tapi lucunya, sungainya mengering, cuacanya dingin dan berangin dan fatalnya aku tidak membawa jaket. Tapi kami tak mau mengurungkan niat kami iftar bersama di pinggir danau kala itu,” cerita Sekar.

Hari-hari selanjutnya Sekar tidak mengulangi kesalahannya, lantas dia bangun jam setengah 5 pagi dan memasak bihun seafood untuk sahur, karena dia tidak bisa masak nasi tanpa ricecooker dan menandaskan makanannya beberapa saat sebelum waktu sahur berakhir. 

“Aku menjalani hari dengan kegiatan yang padat, pergi ke pedestrian bridge saat suhu di sana mencapai minus 3 derajat celcius, pergi ke Lewis and Clark historic trail visitor center, pergi ke Old Town Omaha, lalu ke Durham Museum. Aku kembali ke hotel pukul 5 dan memutuskan untuk membeli nasi goreng seafood di Panda Express, restoran Asia dekat hotel yang ku tinggali dan iftar bersama teman indonesiaku yang juga berpuasa,” ucapnya.

Dua minggu di Omaha dirinya mulai terbiasa dengan cuaca yang berubah tiap jamnya dan dengan makanan Amerika yang kebanyakan daging, namun Sekar memutuskan untuk jadi vegan selama di Omaha. 

“Pizza, yogurt, susu, sereal, jus jeruk, seafood adalah makanan sehari hariku selama di sini. Dan tentu saja, satu botol bon cave yang selalu ada di meja makanku karena cabai bubuk disini rasanga kurang menggigit,”tuturnya.

Sekar mengaku beberapa kali pergi ke supermarker seperti Target, Walmart, Asian Market, dan Sephora untuk mendapatkan barang-barang yang ia butuhkan selama di sana, terutama pelembab.

“Karena kulitku sangat kering dan memerah selama di Omaha, dan pelembab menjadi hal yang penting yang sangat kubutuhkan selama di Omaha,” imbuhnya.

Beberapa hari dan nunggu kedepan Sekar menyebut akan melakukan study tour ke South Dakota, North Nebraska, NYC dan juga Washinhton DC. Tentu ini akan sangat seru dan akan banyak pengalaman yang akan ditemuinya. 

“Kuharap aku bisa menjalankan ibadahku dengan baik selama di Amerika Serikat dan mendapatkan pengalaman maksimal yang membangun sifat kepemimpinanku dengan baik! Pray for me!,” ungkapnya.